[1]- Rasulullah -shallallaahu ’alaihi wa sallam- bersabda:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ ظَاهِرِيْنَ عَلَى الْحَقِّ [مَنْصُؤْرِيْنَ]، لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ [أَوْ خَالَفَهُمْ]، حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذٰلِكَ
“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berada di atas kebenaran [mereka ditolong (oleh Allah)], tidak membahayakan mereka: orang yang membiarkan (tidak menolong) mereka [atau yang menyelisihi mereka], sampai datang perimtah Allah dan mereka tetap berada dalam keadaan tersebut.”
[Shahih: HR. Muslim (no. 1920) dari Tsauban, tambahan dalam kurung yang pertama diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 71) dan Muslim (III/1524) dari Mu’awiyah, dan yang kedua diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no. 2192) dan lainnya dari Qurrah bin Iyas Al-Muzani -radhiyallaahu ‘anhum-]
[2]- Imam Ahmad dan para ulama lainnya menyebutkan bahwa yang dimaksud oleh Rasulullah -shallallaahu ’alaihi wa sallam- dalam hadits di atas adalah Ahlul Hadits.
[ Lihat: Fat-hul Baari (XIII/359- cet. Daarus Salaam)]
[3]- Syaikhul Islam -rahimahullaah- berkata:
”Bukan berarti yang dimaksud dengan Ahlul Hadits hanyalah orang-orang yang sebatas mendengarkan hadits, menulis atau meriwayatkannya. Akan tetapi yang kami maksud dengan mereka (Ahlul Hadits) adalah: Orang yang paling benar/jujur dalam menghafal hadits, mengenal dan memahaminya secara lahir dan batin, serta ittibaa’ (mengikuti) hadits secara lahir dan batin; demikian juga Ahlul Qur’an.
Sifat minimal yang ada pada mereka (Ahlul Hadits) adalah:
– mencintai Al-Qur’an dan Al-Hadits,
– membahas keduanya dan makna-maknanya,
– serta mengamalkan apa yang mereka ketahui dari konsekuensi keduanya.”
[Majmuu’ Fataawaa (IV/95)]
[4]- Merekalah orang-orang yang berada di atas kebenaran. Dan kebenaran itu ada pada agama Islam, sedangkan Islam itu sumbernya Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan Al-Qur’an dan As-Sunnah itu wajib dipahami sesuai dengan pemahaman para Salaf (Shahabat).
[Lihat: Mulia Dengan Manhaj Salaf (hlm. 56- cet. IX) karya Fadhilatul Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas hafizhahullaah]
Jadi, Salafi ada di sepanjang masa, dan mereka adalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
[5]- Imam Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullaah berkata:
“Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah orang yang mengikuti para Salaf. Bahkan, orang belakangan -sampai Hari Kiamat-, jika dia berada di atas jalannya Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dan para Shahabat-nya, maka dia adalah SALAFI.”
[Syarh al-‘Aqiidah al-Waasithiyyah (I/54)]
[6]- Semoga Ta’shil (Pondasi) di atas bisa meredam perkataan:
“Saya ikut Salaf aja, nggak peduli Salafi.”
Atau:
“Salafi beda sama Salaf.”
Atau:
“Salafi tapi akhlaknya nggak sama dengan Salaf.”
Dan perkataan-perkataan yang semisalnya dari orang-orang Hizbi yang menggambarkan bahwa Salafiyyah seolah-olah hanya MARHALAH ZAMANIYYAH, sudah berlalu, tinggal kenangan dan TIDAK ADA PENERUSNYA?!!
[Lihat: Bashaa-iru Dzawi asy-Syaraf (hlm. 22, catatan kaki) karya Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali -hafizhahullaah-]
–ditulis oleh: Ustadz Ahmad Hendrix-