PERTOLONGAN HANYALAH DARI ALLAH…

PERTOLONGAN HANYALAH DARI ALLAH…

[1]- Allah -Ta’aalaa- berfirman:

وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ * إِذْ تَقُولُ لِلْمُؤْمِنِينَ أَلَنْ يَكْفِيَكُمْ أَنْ يُمِدَّكُمْ رَبُّكُمْ بِثَلاثَةِ آلافٍ مِنَ الْمَلائِكَةِ مُنْزَلِينَ * بَلَى إِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا وَيَأْتُوكُمْ مِنْ فَوْرِهِمْ هَذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُمْ بِخَمْسَةِ آلافٍ مِنَ الْمَلائِكَةِ مُسَوِّمِينَ * وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلا بُشْرَى لَكُمْ وَلِتَطْمَئِنَّ قُلُوبُكُمْ بِهِ وَمَا النَّصْرُ إِلا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ

“Dan sungguh, Allah telah menolong kamu dalam Perang Badar, padahal kamu adalah dalam keadaan lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, agar kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika engkau (Muhammad) mengatakan kepada orang-orang beriman: “Apakah tidak cukup bagimu bahwa Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?” Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka (musuh) datang menyerang kamu dengan tiba-tiba; niscaya Allah menolongmu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda. Dan Allah tidak menjadikan (pemberian bala bantuan) itu melainkan sebagai kabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar hatimu tenang karenanya. DAN TIDAK ADA KEMENGANAN ITU, SELAIN DARI ALLAH Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 123-126)

[2]- Kemenangan Hanya Dari Allah

“Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan bagi kalian dengan diturunkannya para Malaikat, melainkan sebagai kabar gembira bagimu, dan agar hatimu tenang karenanya. MAKA JANGANLAH KALIAN BERSANDAR KEPADA SEBAB-SEBAB YANG ADA PADA KALIAN, bahkan sebab hanyalah sebagai penenang bagi hati kalian. ADAPUN KEMENANGAN YANG HAKIKI -yang tidak ada yang bisa untuk menentangnya-; MAKA ITU ADALAH DENGAN KEHENDAK ALLAH untuk menolong siapa saja yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. Karena, kalau Dia menghendaki; maka Dia akan menolong orang yang memang mempunyai sebab-sebab (kemenangan) -sebagaimana itu adalah Sunnatullah (kebiasaan Allah) pada makhluk-Nya-. Dan kalau Dia menghendaki; maka Dia akan menolong ornag-orang yang lemah dan diremehkan; untuk menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya bahwa segala urusan adalah di kedua tangan-Nya dan kembali kepada-Nya.”

[Taisiirul Kariimir Rahmaan (hlm. 146) karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di (wafat th. 1376 H) -rahimahullaah-]

[3]- ‘Abdullah bin Rawahah (wafat th. 8 H) -radhiyallaahu ‘anhu- berkata:

وَمَا نُقَاتِلُ الْعَدُوَّ بِعُدَّةٍ، وَلَا قُوَّةٍ، وَلَا كَثْرَةٍ. مَا نُقَاتِلُهُمْ إِلَّا بِهٰذَا الدِّيْنِ الَّذِيْ أَكْرَمَنَا اللهُ بِهِ

“Kita tidaklah memerangi musuh dengan (mengandalkan) persiapan, tidak juga kekuatan, dan tidak pula dengan banyaknya jumlah. Tidaklah kita memerangi mereka melainkan dengan agama ini yang Allah muliakan kita dengannya.”

[“Hilyatul Auliyaa’” (I/119), karya Abu Nu’aim Al-Ashbahani (wafat th. 430 H) -rahimahullaah-]

[4]- ‘Umar bin Al-Khaththtab -radhiyallaahu ‘anhu- berkata -ketika memecat Khalid bin Al-Walid dari Syam dan Mutsanna bin Haritsah dari ‘Iraq-:

إِنَّـمَا عَزَلْتُهُمَا لِـيَعْلَمَ النَّاسُ أَنَّ اللهَ نَصَرَ الدِّيْنَ؛ لَا بِنَصْرِهِمَا، وَأَنَّ الْقُوَّةَ للهِ جَمِيْعًا

“Saya pecat keduanya agar manusia mengetahui bahwa: Allah lah yang menolong agama ini, bukan berkat pertolongan keduanya, dan bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah.”

[“Al-Bidaayah Wan Nihaayah” (VII/115), karya Imam Ibnu Katsir (wafat th. 774 H -rahimahullaah-]

‘Umar bin Al-Khaththab -radhiyallaahu ‘anhu- menulis surat ke berbagai penjuru kota:

إِنِّـيْ لَـمْ أَعْزِلْ خَالِدًا عَنْ سَخْطَةٍ وَلَا خِيَانَةٍ، وَلٰكِنَّ النَّاسَ فُتِنُوْا بِهِ، فَأَحْبَبْتُ أَنْ يَعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ هُوَ الصَّانِعُ

“Saya tidaklah memecat Khalid dikarenakan marah kepadanya atau menganggapnya berkhianat, akan tetapi manusia mulai terfitnah (bersandar) dengannya; maka saya ingin agar mereka mengetahui bahwa Allah lah Pelaku (yang memenangkan).”

[“Al-Bidaayah Wan Nihaayah” (VII/115)]

[5]- Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

((مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا؛ وُكِلَ إِلَيْهِ))

“Barangsiapa yang menggantungkan/bergantung (kepada) sesuatu; maka dia dijadikan (oleh Allah) bersandar kepada hal tersebut.”

[HR. Ahmad (IV/310 & 311), At- Tirmidzi (no. 2073), dan Al-Hakim (IV/216). Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ghaayatul Maraam” (no. 297)]

“Bergantung bisa dengan hati dan bisa pula dengan perbuatan, atau dengan keduanya. (Barangsiapa yang menggantungkan/bergantung (kepada) sesuatu); maka Allah akan menyerahkannya kepada sesuatu yang dijadikan gantungan (harapan)nya.

Sehingga:

– Barangsiapa yang bergantung kepada Allah, mengadukan kebutuhan-kebutuhannya kepada Allah, bersandar kepada Allah, dan memasrahkan segala urusannya kepada Allah; maka Allah akan mencukupinya, mendekatkan baginya segala yang jauh dan memudahkan baginya segala yang sulit.

– Dan barangsiapa bergantung kepada selain Allah, atau dia merasa tenang dengan pendapatnya, akalnya, obat yang dimilikinya, bahkan jimatnya (!), dan semisalnya; maka Allah akan memasrahkannya kepada hal-hal tersebut dan Allah akan menghinakannya.

Dan (kedua) hal ini sudah diketahui (kebenarannya); baik dari dalil-dalil maupun realita yang terjadi.

Allah -Ta’aalaa- berfirman:

…وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ…

“…Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah; niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…” (QS. Ath-Thalaq: 3).”

[Fat-hul Majiid (hlm. 150), karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh (wafat th. 1285 H) -rahimahullaah-]

-ditulis oleh: Ustadz Ahmad Hendrix-